Pendidikan Multikultural

Haayyy gaes, ini diaa materi tentang pendidikan multikultural, ini nih sedikit penjelasan tentang pendidikan multikultural di Indonesiaaa... 
 1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Muhemin el Ma’hadi berpendapat pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman budaya dalam merespon perubahan demografis dan cultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).
Istilah “pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif maupun normatif, yangmenggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yangberkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Selain itu juuga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural seharusnya mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang yang relevan.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh Negara-negara maju dikenal lima pendekatan yaitu pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau , multikulturalisme, pendidikan mengenai perbedaan dan pemahaman kebudayaan, pendidikan bagi pluiralisme bangsa, pendidikan dwi-budaya dan pendidikan multikultural sebagai pengalaman manusia.
2. Paradigma Pendidikan Multikultural
Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia.
Pada satu sisi, kemajemukan masyarakat memberikan side effect (dampak) secara positif. Namun pada sisi lain juga menimbulkan dampak negatif, karena kemajemukan itulah justru terkadang sering menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat. Pada akhirnya, konflik-konflik antar kelompok masyarakat tersebut akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan sosial (sosial disharmony).
Dalam menghadapi pluralism budaya diperlukan paradigma baru yang lebih toleran yaitu paradigma pendidikan multikultural. Paradigma pendidikan multikultural itu penting sebab dapat mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis, maupun agama. Paradigma ini dimaksudkan bahwa kita hendaknya dapat memberikan apresiatif terhadap budaya orang lain, perbedaan dan keberagaman merupakan kekayaan dan khazanah bangsa kita.
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri yaitu
  1. Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan dan menciptakan “masyarakat berperadaban (berbudaya).
  2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan nilai-nilai kelompok etnis (cultural).
  3. Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis).
  4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Menurut M.Khoirul Muqtafa (2004), paradigma multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur seperti Indonesia tampaknya masih menjadi wacana belaka.
Sejumlah kebijakan politik pada masa orde baru yang memaksakan ideologi “monokulturalisme” yang nyaris seragam, seperti, developmentalisme dan uniformitas, merupakan bukti nyata.
Konflik antar suku maupun agama muncul bak cendawan di musim hujan. Kesatuan dan pesatuan yang diidam-idamkan selama ini ternyata semu belaka.
      Faktor lain yang turut menyebabkan mandulnya pendidikan multikultural pada tingkat praksis bisa jadi disebabkan masih dominannya wacana “toleransi” dalam menyikapi realitas multikultural tersebut.
3. Pendekatan Pendidikan Multikultural
Untuk mencapai masyarakat yang toleran maka diperlukan beberapa pendekatan pendidikan multikultural antara lain (1) tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal, (2) menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik, (3) mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik, (4) pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan, dan (5) pendidikan yang meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
Dalam pendidikan multikultural juga diperlukan kajian dasar terhadap masyarakat. Secara garis besar dasar-dasar tentang masyarakat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
  1. Masyarakat tidak ada dengan sendirinya.
  2. Masyarakat bergantung pada upaya individu untuk memenuhi kebutuhan melalui hubungan dengan individu lain yang berupaya sama.
  3. Individu-individu dalam berinteraksi dan berupaya bersama guna memenuhi kebutuhan, melakukan penataan terhadap upaya tersebut dengan jalan apa yang disebut tantangan sosial.
  4. Setiap masyarakat bertanggung jawab atas pembentukan pola tingkah laku antara individu dan komunitas yang membentuk masyarakat.
  5. Pertumbuhan individu dalam komunitas, keterikatam dengannya, dan perkembangannya dalam bingkai yang menuturkan untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
Bila penjelasan di atas ditarik di dunia pendidikan, maka akan tampak bahwa masyarakat sangat besar peranan dan mempengaruhinya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh alternative memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.
Untuk itu setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan.
4. Pendidikan Berbasis Multikultural
Pendidikan berbasis multikultural atau multicultural based education atau disingkat MBE yaitu pendidikan multikultural seperti yang dipakai dalam konteks kehidupan multikultural negara-negara barat.
Definisi MBE menekankan esensi sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individul dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam (plural) secara kultur. Definisi ini juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.
Hernandez mengembangkan sebuah definisi operasional tentang MBE. MBE merupakan kegiatan pendidikan yang bersfat empowering, oleh karena itu MBE adalah sebuah visi tentang pendidikan yang seharusnya bisa untuk semua anak didik.
MBE juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia menyangkut seluruh aset pendidikan yang ternanifestasikan melalui konteks, proses, dan muatan. Ia menggambarkan realitas budaya, politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sistematis memengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar ruangan.
 5. Wacana Pendidikan Multikultaural di Indonesia
Hingga saat ini, wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun.
Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen. Jika hal itu dilakukan tidak hati-hati maka akan menjerumuskan ke dalam perpecahan nasional.
Model pendidikan yang dipakai di Indonesia juga di negara-negara lain menunjukan kertagaman tujuan yang menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya.pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pelajaran tetapi juga melakukan reformasi terhadap pembelajaran itu sendiri.
Untuk mewujudkan model tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup : (1) transformasi diri, (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan (3) transformasi masyarakat.
6. Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Global
Pendidikan Multikultural berarti mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya (the pride in ones home nation). Dengan demikian pendidikan global tidak mengurangi pengembangan kesadaran kebanggaan  terhadap suatu bangsa. Oleh sebab itu dalam arti sebenarnya, tidak ada pendidikan global, melainkan pendidikan dalam perspektif global.
James Banks mengemukakan beberapa tipologi sikap terhadap identitas etnik, yaitu :
  1. Ethnic prychological captivy : seseorang masih terperangkap dalam stereotipe kelompoknya sendiri dan menunjukan harga diri rendah.
  2. Ethnic encapsulation : terperangkap kebudayaan sendiri dan terpisah dari budaya lain.
  3. Ethnic identifities clarification : mengembangkan sikap positif terhadap budaya sendiri dan menerima budaya lainnya.
  4. The ethnicity : budaya lain dianggap budaya sendiri dengan menunjukkan sikap menyenangkan.
  5. Multikultural ethnicity : menghayati kebudayaan lain.
  6. Globalism : menerima berbagai budaya dan bangsa lain.
7. Menuju Multikulturalisme Global
Karakter dunia hingga detik ini sebetulnya masih tetap multikultural. Multikulturalisme global berangkat dari kenyataan sejarah dimana budaya-budaya bangsa begitu majemuknya, sehingga monokulturalisme, budaya tunggal, tidak mungkin menjadi agenda sebuah negara-bangsa untuk dipaksakan kepada bangsa lain.
Multikulturalisme global bisa terjadi antara nasionalisme agama dan negara sekuler (Juergens Meyer), antara nasionalisme liberal dan nasionalisme iliberal dan sebagainya. Multikulturalisme global juga bisa berbentuk sikap dan kebijakan luar negeri yang mengakui masyarakat bangsa minoritas (politics of recognition).
Menuju multikulturalisme global berarti menuju kemajemukan modernitas (different modernities). Misalnya, modernitas AS tidak selalu harus dipaksakan terhadap modernitas Irak dan modernitas Malaysia berbeda dengan modernitas Indonesia.
Multikulturalisme global tidaklah bertentangan dengan humanisme global. Karena multikulturalisme global tidak berarti membenarkan segala bentuk pengungkapan budaya seperti terorisme dan kekerasan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDAGOGI & ANDRAGOGI

OBSERVASI PENDIDIKAN KELOMPOK 7

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)